
Gugatan sederhana adalah gugatan dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana.
Sebelumnya nilai gugatan materiil dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), kemudian diubah terakhir dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PERMA Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang mengatur nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), jadi ada kenaikan nilai gugatan materiil sebanyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Ada beberapa penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 khususnya dalam hal nilai gugatan materiil, wilayah hukum penggugat dan tergugat, penggunaan administrasi perkara secara elektronik, verzet, sita jaminan, dan tata cara eksekusi;
Berdasarkan Pasal 2 PERMA 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa Gugatan Sederhana diperiksa dan diputus oleh pengadilan dalam lingkup kewenangan peradilan umum.
Gugatan Sederhana diajukan untuk perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum
Gugatan sederhana diajukan hanya terhadap perkara wanprestasi (cidera janji) dan perbuatan melawan hukum (PMH) tentunya dengan batasan nilai kerugian materiil paling banyak 500 juta rupiah. Jadi hanya untuk perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, tetapi tidak termasuk perkara yang penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan khusus atau sengketa hak atas tanah.
Dalam Gugatan Sederhana (GS), nilai gugatan materiil dibatasi hanya untuk nilai gugatan materiil paling banyak 500 juta rupiah, artinya untuk gugatan yang nilainya lebih dari itu maka tidak dapat diajukan melalui mekanisme GS tetapi melalui melalui gugatan biasa.
Tata Cara dan Pembuktian yang Sederhana
Selain jumlah nilai gugatan materiil paling banyak, dikatakan gugatan sederhana karena tata cara dan pembuktiannya yang sederhana.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mengajukan gugatan sederhana (GS), yaitu:
- Para pihak dalam GS terdiri dari 1 (satu) penggugat dan 1 (satu) tergugat, artinya tidak boleh lebih dari 1 penggugat dan tidak boleh lebih dari 1 tergugat kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama (vide Pasal 4 PERMA Nomor 4 Tahun 2019).
- Terhadap penggugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan GS.
- Penggugat dan tergugat berdomisili di daerah hukum yang sama. Misalnya A (penggugat) mengajukan gugatan kepada B (tergugat) yang berdomisili di Kota Yogyakarta sehingga A harus mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Penggugat juga harus berdomisili di daerah yang merupakan wilayah hukum PN Yogyakarta. Jadi apabila A (penggugat) berdomisili di Semarang dan B (tergugat) berdomisili di Kota Yogyakarta, maka A tidak dapat mengajukan GS karena A dan B berbeda domisili. Tetapi apabila penggugat tidak berdomisili di wilayah hukum pengadilan yang sama dengan tergugat, maka penggugat dapat menunjuk kuasa hukum yang berdomisili di wilayah hukum pengadilan yang sama.
- GS diselesaikan dalam waktu paling lama 25 hari kerja (bukan hari kalender) dihitung mulai dari hari sidang pertama (vide Pasal 5 PERMA 2 Tahun 2015).
- Dalam proses pemeriksaan GS tidak dapat diajukan:
- tuntutan provisi;
- eksepsi;
- rekonvensi;
- intervensi;
- replik;
- duplik; atau
- kesimpulan
Dalam proses persidangan GS tidak ada jawab jinawab, tetapi melalui tahapan upaya perdamaian yang dilakukan hakim pada hari sidang pertama, kemudian apabila tidak ada perdamaian antara para pihak maka dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, selanjutnya pembuktian, dan putusan.
Pembuktian sederhana
- Penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi pada saat mendaftarkan GS.
Baca juga: Jenis Kuasa