
Dalam pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa harus ada persetujuan diantara mereka, bahwa pemberi kuasa setuju memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakili kepentingannya dan penerima kuasa setuju untuk menerima kuasa guna mewakili kepentingan pemberi kuasa. Jenis kuasa yang akan dijelaskan di sini yaitu kuasa umum, kuasa perantara, kuasa istimewa, kuasa insidentil, dan kuasa khusus.
Pasal 1792 menjelaskan bahwa:
“pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa”
Jenis kuasa yaitu:
1. Kuasa Umum
Jenis kuasa yang pertama yang akan dijelaskan yaitu kuasa umum. Pasal 1796 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan kuasa umum. Kuasa umum adalah pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum yang bertujuan untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa.
Pasal 1796 menyatakan bahwa: “pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas”
2. Kuasa Perantara
Pengaturan kuasa perantara dapat ditemukan dalam Pasal 1792 KUH Perdata dan Pasal 62 KUH Dagang (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Kuasa perantara adalah pemberian kuasa kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai perantara/makelar untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga dalam perdagangan keagenan.
Pasal 67 KUH Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie) menyatakan bahwa,
“Makelar adalah pedagang perantara yang diangkat oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh penguasa yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan seperti yang dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja tetap”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Online https://kbbi.kemdikbud.go.id/) “makelar” adalah perantara perdagangan (antara pembeli dan penjual); orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli; pialang; orang atau badan hukum yang berjual beli sekuritas atau barang untuk orang lain atas dasar komisi.
3. Kuasa Istimewa, jenis kuasa ini dibuat dalam bentuk akta autentik
Kuasa istimewa diatur di Pasal 1796 BW (Burgerlijk Wetboek) jo. Pasal 157 HIR/184 RBg). HIR merupakan singkatan dari Herzien Inlandsch Reglement/Reglemen Indonesia yang diperbaharui. RBg adalah singkatan dari Rechtreglement voor de Buitengewesten atau REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN BUITEN JAVA EN MADURA.
Pasal 1796 menyatakan bahwa:
“pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas”.
Pasal 157 HIR menjelaskan bahwa:
“Sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang diminta atau ditolak oleh satu pihak lain, dengan sendiri harus diangkatnya kecuali kalau ketua pengadilan negeri memberi izin kepada satu pihak, karena sebab yang penting, akan menyuruh bersumpah seorang wakil istimewa yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu, kuasa yang mana hanya dapat diberi dengan surat yang sah, dimana dengan saksama dan cukup disebutkan sumpah yang akan diangkat itu”.
Surat kuasa istimewa harus dibuat dalam bentuk akta autentik. Menurut M. Yahya Harahap, S.H. (dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Edisi Kedua, halaman 8), kebolehan memberi kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat penting. Pada perinsipnya, perbuatan hukum yang bersangkutan hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. Pada dasarnya perbuatan tersebut tidak dapat dilakukan oleh kuasa berdasarkan surat kuasa biasa. Untuk menghilangkan ketidak bolehan tersebut, dibuatlah bentuk surat kuasa istimewa, sehingga suatu tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh yang bersangkutan secara pribadi, dapat diwakilkan kepada kuasa.
4. Kuasa Insidentil
Ketentuan kuasa insidentil dapat ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2012 & Surat Mahkamah Agung Nomor MA/KUMDIL/8810/IX/1987 tanggal 21 September 1987).
Kuasa insidentil adalah pemberian kuasa kepada penerima kuasa yang merupakan kerabat (hubungan keluarga) dari pemberi kuasa untuk bertindak atas nama pemberi kuasa.
5. Kuasa Khusus, jenis kuasa ini yang digunakan untuk beracara di pengadilan
Pengaturan kuasa khusus dapat dilihat dalam Pasal 1795 yang menyatakan bahwa:
“pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa”
Kuasa khusus adalah kuasa yang hanya mengenai satu kepentingan tertentu dalam hal-hal yg terbatas khusus yang disebutkan dalam kuasa khusus, berupa tindakan yang dapat menimbulkan akibat hukum.
Untuk dapat mewakili kepentingan pemberi kuasa di depan pengadilan, maka berpedoman pada Pasal 123 HIR/147 RBg dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 Tahun 1994. Pasal 123 HIR menegaskan bahwa:
“Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa teristimewa, kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan dimasukkan menurut ayat pertama pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120, maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang dibuat surat gugat ini”.
Baca juga: Sita Perdata