Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sesuai dengan ketentuan tersebut, salah satu prinsip negara hukum adalah terjaminnya penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang independen, bebas dari pengaruh kekuasaan lain, dalam menjalankan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Pengadilan yang independen, netral, kompeten, transparan, akuntabel, dan berwibawa merupakan syarat mutlak dalam negara hukum. Pengadilan berperan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum, keadilan, serta pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan, serta penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, menjadi dasar bagi martabat dan integritas negara.

Hakim, sebagai aktor utama dalam proses peradilan, dituntut untuk selalu mengasah kepekaan nurani, menjaga integritas, memiliki kecerdasan moral, serta meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, segala kewenangan dan tugas hakim harus dijalankan demi tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan tanpa diskriminasi, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Tanggung jawab besar yang melekat pada hakim menuntut komitmen tinggi yang dapat dipertanggungjawabkan. Besarnya wewenang dan tanggung jawab hakim menuntut mereka untuk mempertimbangkan setiap keputusan dengan cermat.

Pengawasan Internal MA dan Eksternal KY

Untuk mewujudkan sistem peradilan yang ideal, diperlukan upaya maksimal dalam pengawasan internal dan eksternal oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Pengawasan tersebut diarahkan untuk memastikan bahwa setiap hakim, sebagai pelaksana utama fungsi peradilan, memiliki integritas tinggi, kejujuran, dan profesionalisme, sehingga dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan pencari keadilan. Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian masyarakat dalam menilai kepercayaan terhadap seorang hakim adalah perilaku hakim tersebut, baik dalam menjalankan tugas yudisial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan tugas dan wewenangnya, hakim dituntut untuk terus menjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, serta etika dan perilaku.

Pengertian Etik, Etika dan Kode Etik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/, etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat, sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

Masih menurut KKBI, Kode Etik adalah norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.

Menurut SKB Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan keutamaan moral bagi setiap hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

Baca juga: Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Hakim adalah salah satu aktor penting dalam kekuasaan kehakiman di suatu, seperti Indonesia.

Meskipun hakim memiliki independensi yang dijamin konstitusi, tetap diperlukan pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Pengawasan dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Pengadilan harus mandiri, netral, transparan, akuntabel, dan berwibawa agar hukum dan keadilan dapat ditegakkan. Hakim dituntut memiliki integritas, kecerdasan moral, dan profesionalisme untuk memastikan keadilan ditegakkan.

Pengawasan hakim secara eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana amanat Pasal 24 B Undang-Undang Dasar 1945), yang berbunyi “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.

Ditegaskan kembali dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi: “Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial”.

Pengawasan tersebut dilakukan dengan berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 yang menyatakan “Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim”.

Pengawasan Internal Hakim oleh BAWAS Mahkamah Agung

Secara internal, pengawasan dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai pemegang pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman (lihat Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Pengawasan internal terebut secara fungsional dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung (BAWAS MA) yang dibentuk berdasarkan Pasal 25 UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat Mahkamah Agung.

Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua menegaskan bahwa Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Tentu saja pengawasan tersebut dibatasi sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (3) yang menegaskan bahwa “Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara”.

Batasan Pengawasan Hakim oleh MA dan KY

Pasal 39 dan  Pasal 39 dan 40 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur tentang pengawasan hakim, yang terdiri dari pengawasan internal oleh Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Pelaksanaan pengawasan ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 41, yang menetapkan bahwa baik Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung wajib menaati norma dan peraturan perundang-undangan, berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh.

Selain itu, pelaksanaan tugas pengawasan tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Apabila ada Hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim maka akan diperiksa oleh Mahkamah Agung, atau oleh Komisi Yudisial (KY), atau bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan KY (Pasal 43 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman).

Selain diatur di dalam undang-undang kekuasaan kehakiman, pengawasan terhadap hakim juga di atur dalam undang-undang mahkamah agung yaitu Pasal 32 dan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

SKB Kode Etik Hakim

Pengawasan terhadap hakim pada empat lingkungan peradilan yang berada di bawah MA yaitu Hakim Peradilan Umum, Peradilan Agama, PTUN, dan Peradilan Militer dilakukan secara internal oleh Mahkamah Agung selaku pemegang pengawasan tertinggi. Dalam melakukan pengawasan tersebut berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan oleh MA dan KY. Saat ini Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang telah ditetapkan yaitu:

  • Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 – 2/SKB/P.KY/IV/2009, kemudian MA dan KY menetapkan Peraturan Bersama tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, yaitu:

  • Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang kemudian menjadi acuan untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bertujuan untuk menciptakan kepastian dan kesepahaman dalam penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (vide Pasal 2 Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim).

Sejarah Penyusunan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Sebelum disusunnya Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Mahkamah Agung telah melakukan kajian yang mendalam dengan mempertimbangkan masukan dari hakim di berbagai tingkatan dan lingkungan peradilan, praktisi hukum, akademisi hukum, serta berbagai pihak lain di masyarakat. Selain itu, kajian tersebut juga memperhatikan hasil perenungan ulang terhadap pedoman yang pertama kali diusulkan dalam Kongres IV Luar Biasa IKAHI pada tahun 1966 di Semarang, berupa Kode Etik Hakim Indonesia, yang kemudian disempurnakan dalam Munas XIII IKAHI pada tahun 2000 di Bandung.

Pada tahun 2002, Mahkamah Agung melanjutkan kajian tersebut dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung RI di Surabaya, yang merumuskan sepuluh prinsip Pedoman Perilaku Hakim, dimulai dengan kajian perbandingan terhadap prinsip-prinsip internasional serta peraturan serupa yang diterapkan di berbagai negara, seperti The Bangalore Principles of Judicial Conduct.

Sebagai hasilnya, pada 22 Desember 2006, Mahkamah Agung mengeluarkan pedoman Perilaku Hakim melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/104A/SK/XII/2006 tentang Pedoman Perilaku Hakim, serta Surat Keputusan Nomor: 215/KMA/SK/XII/2007 pada 19 Desember 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim.

Sementara itu, Komisi Yudisial RI juga melakukan kajian mendalam dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak melalui Konsultasi Publik yang diadakan di delapan kota, yang melibatkan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, serta berbagai unsur masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat. Proses ini tercatat dalam Pembukaan Keputusan Bersama MA dan KY Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

10 (sepuluh) Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam Keputusan Bersama tersebut diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut:

  1. Berperilaku Adil,
  2. Berperilaku Jujur,
  3. Berperilaku Arif dan Bijaksana,
  4. Bersikap Mandiri,
  5. Berintegritas Tinggi,
  6. Bertanggung Jawab,
  7. Menjunjung Tinggi Harga Diri,
  8. Berdisplin Tinggi,
  9. Berperilaku Rendah Hati,
  10. Bersikap Profesional

Kesepuluh aturan pokok dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut diperinci lagi dalam butir-butir yang lebih aplikatif. Dalam perjalanannya beberapa butir-butir tersebut dibatalkan oleh MA melalui Putusan Hak Uji Materil (HUM) Nomor: 36 P/HUM/2011 tanggal 9 Februari 2012 karena bertentangan dengan Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (3) UU. No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 34A ayat (4) UU. No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yakni: butir 8.1, butir 8.2, butir 8.3, butir 8.4, butir 10.1, butir 10.2, butir 10.3, butir 10.4  karena sudah menyangkut teknis perkara.

Butir-butir penerapan Kode Etik Hakim yang dibatalkan MA

Butir-butir dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 – 2/SKB/P.KY/IV/2009 yang dibatalkan Mahkamah Agung melalui Putusan Hak Uji Materil (HUM) Nomor: 36 P/HUM/2011 tanggal 9 Februari 2012 yaitu:

  1. Butir 8.1 – Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan.
  2. Butir 8.2. – Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
  3. Butir 8.3. – Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Butir 8.4. – Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan.
  5. Butir 10.1. – Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik.
  6. Butir 10.2 – Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan.
  7. Butir 10.3 – Hakim wajib mengutamakan tugas yudisialnya di atas kegiatan yang lain secara professional.
  8. Butir 10.4. – Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yamg menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.

Panduan Penegakan Kode Etik Hakim

Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

  1. Independensi Hakim dan Pengadilan, bahwa pengawasan tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
  2. Praduga Tidak Bersalah, bahwa terlapor yang diperiksa atas dugaan pelanggaran dianggap tidak bersalah hingga dinyatakan bersalah dan dijatuhi sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang.
  3. Penghargaan terhadap Profesi Hakim dan Pengadilan, bahwa pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran dilakukan dengan cara yang tidak menciderai kewibawaan hakim dan lembaga peradilan.
  4. Transparansi, bahwa masyarakat dapat mengakses informasi terkait pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran, baik secara aktif maupun pasif.
  5. Akuntabilitas, bahwa setiap pejabat yang terlibat dalam pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran harus mempertanggungjawabkan tindakan dan kebijakan yang diambilnya, baik secara internal kepada kolega dan atasan maupun secara eksternal kepada masyarakat.
  6. Kehati-hatian dan Kerahasiaan, bahwa pemeriksaan dugaan pelanggaran dilakukan dengan hati-hati, dan hasilnya bersifat rahasia.
  7. Objektivitas, bahwa pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran harus didasarkan pada kriteria serta parameter yang jelas dan terukur.
  8. Efektivitas dan Efisiensi, bahwa proses pengawasan dan pemeriksaan dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  9. Perlakuan yang Sama, bahwa pelapor dan terlapor memiliki hak serta kesempatan yang setara dalam proses penanganan dugaan pelanggaran.
  10. Kemitraan, bahwa Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bekerja sama serta saling mendukung dalam pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Untuk lebih jelasnya dapat membaca:

Scroll to Top